Teori modal dan bunga




MAKALAH
TEORI MODAL, BUNGA
DAN PROFIT AND LOSS SHARING


OLEH :

RANDO SONY PUTRASMA          :       (1730403078)

MATA KULIAH :
ILMU EKONOMI MIKRO ISLAM

DOSEN MATA KULIAH :
DR. H. SYUKRI ISKA,M.AG.
IFELDA NINGSIH,S.E.I.,MA

JURUSAN AKUTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2018 M/1439 H


 
BAB I

PENDAHULUAN
         A.   Latar Belakang

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan bunga sebagai harga modal dalam ekonomi konvensional?
2.      Apa pengertian profit dan loss sharing dalam ekonomi Islam?
3.      Bagaimana konsep riba, dan time value of money?
4.      Bagaimana economic value of time dalam ekonomi Islam?







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Bunga Sebagai Modal Dalam Konvensional
Bunga adalah sesuatu yang melekat pada lembaga keuangan bank syariah. Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest. Secara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus, bahwa interest is a charge for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned. Bunga adalah tangung jawab pada pinjaman uang yang dipinjamkan. Pendapat lainnya menyatakan “interest yaitu sejumlah uang yang dibayar atau di kalkulasikan untuk penggunakan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentase modal yang bersangkutan paut dengan itu dinamakan suku bunga modal. (Muhammad, 2002, h. 28).

Dalam sisitem ekonomi konvensional bunga merupakan harga dari uang (price of capital). Dalam literatur-literatur ekonomi moneter banayak disebutkan bahwa tinggi rendahnya permintaan dan penawaran akan uang tergantung pada tingkat bunga. Dalam mekanisme ini bunga akan memilikiperilaku persisn seperti harga sebagaimana penawarannya berlereng positif sebagaimana penawaran barang juga. Intreraksi permintaan dan penawaran uang dan dampaknya terhadap harga modal akan mengikuti pola seperti hukum yang normal. Kenaikan kurva permintaan uang akan uang akan meningkatkan tingkat bunga, seandainya penawarannya diasumsikan tetap. Sebaliknya, penurunan permintaan akan menurunkan tingkat bunga, seandainya penawarannya juga diasumsikan tetap. Demikian seterusnya.
Tingkat bunga ditentukan oleh interaksi permintaan dan penawaran uang. Penurunan kurva pernintaan uang dari DM ke DM’ akan menurunkan tingkat bunga dari Rm menjadi Rm’ demikian sebaliknya. Bunga merupakan harga uang yang memiliki perilaku sebagaimana harag barang pada umumnya.




Layakkah bunga dijadikan sebagai harga uang atau harga modal (price of capita)? Atau pertanyaan sebelum itu adalah layakkah uang memiliki harga? Pandangan bunga sebagai harga uang muncul sebagai akibat adanya pandangan tentang kesamaan antara uang dengan barang atau harta benda lainnya. Lebih lanjut Saud mengemukakan perbedaan antara uang dengan benda ekonomi lainnya secara umum, yaitu:
a.       Uang memiliki kandungan kekayaan hanya dengan memegangnya
b.      Uang tidak memliki biaya membawa (carrying cost), biaya produksi (production cost)
c.       Permintaan atas uang bukan permintaan asli (genuine demand), tetapi akibat adanya permintaan atas benda-benda ekonomi yang dapat dibeli dengan barang
d.      Uang tidak terkena biaya depresiasi sebgaimana benda ekonomi lainnya
e.       Uang merupakan suatu kesepakatan sosial yang fungsinya lebih didasarkan atas adanya kepercayaan daripada nilai intrisiknya
Sementara itu, terdapat juga kerancuan pandangan antara uang dengan modal/kapital. Kebanyakan ekonomi Barat menyamakan udang denga modal, sehingga mereka memperlakukan uang sebagaimana modal atau barang-barang modal lainnya (capital good). Padahal, sebenarnya terdapat perbedaan yang mendasar antara uang dengan modal, sebagaimana dalam Tabel 12.1




Tabel 12.1
Perbedaan antara Uang dengan Modal
UANG TIDAK SAMA DENGAN MODAL
Modal adalah private good
Uang adalah public good
Modal merupakan stock concept
Uang merupakan flow concept
(Anto, 2003, 239-241).
















B.     Profit And Loss Sharing dalam Ekonomi Islam
Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal dengan profit sharing. Dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba dan distribusi beberapa bagian dari laba para pegawai dari suatu perusahaan. Karena pembagian tidak hanya ketika memperoleh keuntungan, tetapi juga pada saat mengalami kerugian maka disebutlah sebagai perjanjian profit and loss sharing (Muhammad, 2005, h. 77).
Sebagai alternatif penggantinya ajaran Islam menawarkan konsep loss-profit sharing atau  bagi untung dan rugi (sering disebut bagi saja) yang dipandang lebih mencerminkan keadilan bagi para pelaku ekonomi. Konsep ini dengan mudah dijumpai dalam praktek masyarakat Islam pada masa Rasulullah SAW dan sahabat hingga masyarakat muslim saat ini. Sebenarnya, dalam perekonomian modern pembiyaan dengan sistem loss profit sharing ini bisa terjadi dalam berbagai kegiatan penyertaan modal (equty financing) dalam bisnis. Kepemilihan saham akan menerima keuntungan berupa deviden sekaligus menanggung resiko jika perusahaan mengalami kerugian.
Perbedaan yang paling penting adalah soal ada tidaknya pembagian resiko dan keuntungan, dimana dalam sistem bunga hal ini tidak terjadi (no risk and return sharing).Sekali tingkat bunga ditetapkan maka menjadi kewajiban bagi penerima pinjaman untuk membayarnya, tidak peduli apakah dana yang dimanfaatkan itu mendapatkan keuntungan atau kerugian. Sebaliknya, bunga menjadi suatu perolehan tetap dan pasti (fixed and certain return) bagi pihak kreditur. Tingkat bunga ditentukan pada saat akad pinjaman dibuat (pre determined) dalam ukuran persentase terhadap nilai pokok pinjaman.
Dalam sistem bagi hasil tidak terdapat suatu fixed and certain return sebagaimana bunga, tetapi dilakukan loss and profit sharing berdasar produktifitas nyata dari dana tersebut. Dalam perjanjian bagi hasil yang disepakati adalah proporsi pembagian hasil (sering disebut juga nisbah bagi hasil). Dalam ukuran persentase atas kemukinan hasil produktifitas nyata, nilai nominal bagi hasil yang nyata diterima dengan sendirinya baru dapat diketahui setelah hasil pemanfaatan dan tersebut benar-benar telah ada (ex post phenomenon, bukan ex ante). Jadi, terdapat kemungkinan fluktuasi dalam bagi hasil yang nyata, tergantung pada produktifitas nyata dari pemanfaatan dana ini. Nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang berkerja sama. Besarnya nisbah biasanya akan dipengharui oleh pertimbangan kontribusi masing-masing pihak dalam kerja sama (sharing on partnership), prospek perolehan keuntungan  (expected return) maupun tingkat resiko yang mungkin terjadi atatu dihadapi (expected risk). Secara sederhana hal ini dapat diinformasikan menjadi:





NBH = f ( S, r, 0)
Di mana:
NBH : nisbah bagi hasil
S        : share on partnership
r         : expected return
0                    : expected risk
Dengan sistem loss profit sharing ini maka sebenarnya harga modal ditentukan secara bersama dengan peran dari kewirausahaan. Keduannya, price of capital dan enterpreneuship, merupakan kesatuan integratif yang secara bersama-sama harus diperhitungan dalam menentukan harga faktor produksi. Dalam pandanga islam , uang dapat  berkembang hanya  dengan suatu produktifitas nyata. Dikalangan para ekonomi sendiripun juga para pemikir pada umunya banyak yang tidak sepakat dengan sistem bunga. Teori-teori bunga yang ada saat ini, baik teori moneter maupun mumi tidak cukup memadai untuk memberi argumentasi bagi eksistensi dan perilaku bunga.
Bunga
Loss Profit Sharing
Tidak terdapa risk and return sharing
Berdasarkan risk and return sharing
Besaran bunga ditentukan pada saat akad dibuat. Jadi terdapat asumsi pemakian dana pasti mendatangkan keuntungan
Besaran nisbah bagi hasil disepakati pada saat akad dibuat dengan berpedoman pada kemungkinan adanya resiko untung - rugi
Besaran bunga berdasarkan persentase atas modal (pokok pinjaman)
Besaran nisbah bagi hasil berdasarkan persentase atas keuntungan diperoleh
Besaran buanga biasanya lebih ditentukan berdasarkan tingkat bunga pasdar (market interest rate)
Besaran nisbah bagi hasil disepakati lebih didasarkan atas kontribusi masing-masing pihak, prospek perolehan keuntugan, dan tingkat resiko yang mungkin terjadi
Pembayaran bunga tetap sebagaimana dalam perjanjian, tidak terpengaruh pada hasil riil dari permanfaatan dana
Jumlah nominal bagi hasil akan berfluktuasi sesuai dengan keuntungan riil dari  pemanafaatan dana
Eksistensi bunga diragukan oleh hampir semua agama samawi, para pemikir besar, bahkan ekonomi
Eksistensinya berdasarkan nilai-nilai keadilan yang bersumber dari syariah
 (Anto, 2003, 242-244).
Berdasarkan kenyataan itu, perlu adanya titik temu agar keinginan para pihak tersebut dapat disatukan satu sama lain. Kerjasama profit and loss sharing antara pemilik modal dan pelaksana usaha merupakan langkah tepat, sebagaimana yang sudah dilakukan Nabi Muhammad Saw ketika bekerjasama dengan seorang pelaku usaha wanita bernama Siti Khadijah. Adapun caranya, Khadijah menyerahkan modal berupa barang dagangan untuk dibawa Muhammad berniaga antara negeri Makkah dengan sham (Syiria) (Karim, 1997, h. 14).



C.    Konsep Riba, dan Time Value of Money
Sejarah telah mencatat bahwa kata riba dikenal sebagai istilah yang sangat erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi. Kata riba berasal dari bahasa Arab, Secara etimologis kata ‘al-riba’ bermakna ‘al-ziyadah’ yang berarti tambahan dan tumbuh, ‘al-numuw’ yang berarti berkembang, ‘al-uluw’ yang berarti membesar dan ‘al-irtifa’ yang berarti meningkat. Riba secara harfiah berarti tambahan atau lebihan. Saat ini riba diidentikan dengan bunga (Ali, 2008: 78). Bunga adalah imbalan yang dibayarkan oleh peminjam atas dana yang diterima, dan biasanya dinyatakan dalam persen (Tim Penyusun BI, 1999: 47). Sedangkan secara terminologis, riba secara umum didefinisikan sebagai kelebihan keuntungan (harta) dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual beli atau pertukaran barang yang sejenis dengan tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan tersebut (Al-Jaziri, 1972: 221). Berdasarkan kutipan Fatwa MUI No.1 Tahun 2004 pengertian bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/ hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti dimuka dan pada umumnya berdasarkan persentase. Dan pengertian riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya. Riba sering diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai “usury” yang berarti tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh syara’, baik dengan jumlah tambahan yang sedikit ataupun dengan jumlah tambahan yang banyak. Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa riba adalah tambahan yang disyaratkan dan harus dibayarkan oleh salah satu pihak ketika menerima pinjaman sejumlah uang dengan alasan adanya perbedaan nilai oleh adanya perbedaan waktu (http://muqtasid.iainsalatiga.ac.id/index.php/muqtasid/article/download/853/639).

Konsep time value of money atau nilai waktu uang. Konsep nilai uang di masa kini akan lebih berharga dibandingkan  dengan di masa mendatang. Dengan kata lain, terdapat sebuah positive time preference. Konsep inilah yang kemudian melahirkan salah satu teori tentang bunga, yaitu teori agio. Menurut Von Bhom Bawerk konsep positive time preference merupakan sebuah kewajaran, terdapat dalam pola ekonomi yang normal, sistematis dan rasional.
Secara matematis konsep positive time preference ini sering diformulasikan sebagai berikut:
FV = PV (1`+ r)n
Dimana :
FV         : future value of money
PV         : present value of money
r             : tingkat bunga
n             : periode waktu

Islam melarang riba sesungguhnya itu pertanyaan ini mudah dijawab, karena riba atau bunga pada dasarnya adalah sebuah tambahan yang ditentukan dimuka (pre determined). Ajaran Islam memang sangat menghargai waktu, sebab waktu itu yang menentukan awal dan akhirnya bukan manusia, melainkan Allah swt. Waktu didunia ini ada awal dan akhirnya, sedangkan pada masa berikutnya yaitu di alam akhirat manusia akan diminta pertaggungajawaban tentang penggunaan waktu ini. Jadi waktulah yang sungguh berharga, dan harganya ditentukan oleh pemanfaantannya untuk berbagai aktivitas. Menurut M Akram Khan (1992) menyebutkan bahwa pelaranga ini bukan saja karena Islam  menolak konsep posotive time preference, tetapi juga karena  time value of money is an unsound cancept on rational ground”. Penerimaan terhadap diskonto merupakan legitinasi terhadap bunga dan membuka kembali pintu masuknya riba dalam perekonomian. Ekonomi islami menolak konsep positive time preference, sebab tidak ada pengetahuan yang pasti tentang masa depan. Dengan demikian kemungkinan dapat terjadi positive zero atau negative time preference. Islam tidak mengenal time velue of money, tetapi money value of time. Akan tetapi, terdapat perbedaan tentang boleh tidaknya digunakan suatu tingkat diskonto sebagai faktor penghitung efisien. Sebagaian berpendapat boleh, sebagian lain berpendapat tidak boleh, karena hal ini akan membuka kembali sistem bunga (Anto, 2003, 248-249).




D.    Economic Value Of time dalam Ekonomi Islam
Economic value of time adalah sebuah konsep dimana waktulah yang memiliki nilai ekonomi, bukanlah uang memiliki nilai waktu. Economic value of time memiliki arti memaksimumkan nilai ekonomis suatu dana pada periodik waktu.
Teori economic value of time berkembang pada abad ke-7 masehi. Pada masa saat digunakannya emas dan perak sebagai alat tukar. Logam ini diterima sebagai alat tukar disebabkan nilai intrinsiknya, bukan karena mekanisme untuk dikembangkan, sehingga hubungan debetur/kreditur yang muncul bukan kerena akibat transaksi secara lansung, namun jelas merupakan transaksi “permintaan uang”. Didalam Islam, keuntungan bukan saja keuntungan di dunia, namun yang dicari adalah keuntungan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan waktu itu bukan saja harus efektif dan efisien, namun harus juga didasari dengan keimanan. Keimanan inilah yang akan mendatangkan keuntungan di akhirat. Sebaliknya, keimanan yang tidak mampu mendatangkan keuntungan di dunia berarti keimanan yang tidak di amalkan.
Dalam Al-Qur’an disebutkan nilai waktu, termasuk nilai ekonomi waktu ditentukan oleh keimanan, amal baik, saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan kesabaran. Firman Allah Q.S Al-Ashr yang artinya sebagai berikut:

“ Demi masa. Sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”.


Konsep konvensioanal mengenai dicounting menyatakan, bahwa dua barang yang sama pada dua titik waktu berbeda memiliki dua nilai yang berbeda karena dilibatkannya unsur waktu. Oleh karena itu di dalam pemikiran konvensioanal, konsumsi saat ini selalu lebih disukai daripada konsumsi nanti, maka nilai di masa yang akan datang itu harus didiskontokan untuk menjadikannya dapat dibandingkan dengan nilai sekarang. Tingkat bunga berfungsi sebagai tingkat diskonto. Beberapa ahli ekonomi Islam telah menjawab pertanyaan tersebut di dalam kesetujuan. Mereka memulakan denga menerangkan, bahwa bay’ mu’ajjal dan bay’ al-salam itu merupakan mode perdagangan yang dibolehkan di dalam Islam. Di dalam kedua tipe jual-beli tersebut, harga sebuah komoditas yang dijual pada harga, berturut-turut, berbasis kredit dan pembayaran di muka, dapat berbeda dengan harga dengan tunai. Dalam padangan mereka, hal itu sudah cukup membuktikan, bahwa Islam mengakui perbedaan nilai karena adanya usur waktu, yakni bahwa Islam mempunyai sebuah konsep tentang preferensi waktu.
Perbedaan antara nilai sekarang dan nilai nanti untuk komoditas yang sama tidak berarti telah dibolehkan oleh para ahli hukum Islam karena keterlibatan unsur waktu. Mereka tidak pernah mengatakan, bahwa harga di masa medatang dalam bay’ muajjal harus lebih tinggi daripada harga tunainya. Demikian pula, dalam persoalan bay’ al-salam, kebolehan adanya perbedaan harga antara masa kini dan masa yang akan datang itu mungkin sekali hanyalah pengakua, bahwa penawaran dan permintaan akan menyebabkan harga berfluktuasi dari waktu ke waktu. Adalah masuk akal bahwa harga pasar aktual suatu barang ketika dikirimkan dapat lebih rendah daripada harga yang dibayar oleh pembelian pada waktu dibuat kontrak. Memang resiko inilah membenarkan laba yang diterima, jika harga pasar aktual di waktu pengeriman lebih tinggi daripada waktu dibuatnya kontrak.
Dengan demikian, tidaklah  benar orang yang berpendapat, bahwa diizinkannya bay’ muajjal dan bay’ al-salam itu merupakan pengakuan yang tidak sah tentang konsep nilai waktu yang sebanarnya. Mungkin memang merupakan pengakuan atas sebagian dari nilai waktu tetapi sifatnya masih perlu dipahami dengan jelas. Berikut rumus return neto:
r = (R X t + C) : M
di mana  r = time value of money neto
R = sewa aset pertahun
T = jumlah tahun selama aset itu disewakan
C = nilai nominal aset di waktu berakhirnya kontrak sewa
M = uang yang dinvestasikan
Dapat dilihat, bahwa baik t maupun C itu pasti dan hanya dapat ditentukan sesudah berakhirnya masa sewa. Denga begitu, jika sewa dianggap mengandung niai waktu, ia merupakan nilia yang tidak dapat ditentukan di muka.

Dalam menjelaskan lebih jauh bahwa Islam tidak membolehkan time value of money yang ditetapkan di muka, disampaikan di sini sebuah contoh dari kontrak sewa finansial konvensional. Dalam persewaan tersebut, sebuah asset fisik disewakan dengan syarat-syarat berikut:
a.       Pengguna aset bertanggung jawab merawat aset itu.
b.      Pengguna membeli aset itu di akhir masa kontrak, dengan harga yang ditetapkan dimuka, tanpa melihat kondisi aset itu, bahkan sekalipunaset itu sudah tidak ada lagi di akhir masa kontrak.
c.       Kontrak tersebut tidak dapat dibatalkan sebelum waktu berakhirnya kontrak.
Pelarangan itu juga terlihat dari prinsip fiqh yang lain, yang menyatakan ‘tidak ada kompensassi bagi waktu (saja)’. Misalnya, jika seseorang berhutang katakanlah sebesar $1000 dari orang lain selama setahun, lalu dia atau pemberi hutang ingin mengatur  (misalnya sesudah enam bulan) bahwa $500 dibayar langsung dan $500 dibebaskan sebagai pengganti bagi pembayaran yang dilakukan lebih cepat, itu dilarang. Negosiasi seperti itu  tidak debenarkan di dalam Islam.

Dalam pembahasan diatas, kita telah berusaha menerangkan bahwa jika ada konsep time value of money di dalam Islam, maka haruslah bersifat expost. Tetapi di dalam mu’ajjal, harga lebih tinggi yang ditetapkan di muka dibolehkan jika dilakukan dengan mencicil. Jadi harga yang lebih tinggi pada akad bay’ mu’ajjal itu tidak dapat dihubungkan melulu dengan preferensi waktu. Bay’ mu’ajjal itu dibolehkan karena dua faktor sekaligus, yakni preferensi waktu dan kondisi penawaran permintaan (Khan, 2014, 183-187).

































BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Bunga adalah tangung jawab pada pinjaman uang yang dipinjamkan. Pendapat lainnya menyatakan “interest yaitu sejumlah uang yang dibayar atau di kalkulasikan untuk penggunakan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau presentase modal yang bersangkutan paut dengan itu dinamakan suku bunga modal.
Dalam sistem ekonomi konvensional bunga merupakan harga dari uang (price of capital). Dalam literatur-literatur ekonomi moneter banyak disebutkan bahwa tinggi rendahnya permintaan dan penawaran akan uang tergantung pada tingkat bunga. Dalam mekanisme ini bunga akan memiliki perilaku persis seperti harga sebagaimana pada pasar barang.
Profit and Loss Sharing merupakan perjanjian atas sesuatu jenis perkongsian, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha dibagi sesuai dengan nisbah porsi bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal. Maka kalau mengalami kerugian shahibul maal akan kehilangan sebahagian imbalan dari hasil kerja keras dan manajerial skill selama proyek berlangsung.
Dalam pandangan Islam, uang tidak dapat dipastikan akan menghasilkan keuntungan di masa depan, sebab tiada seorangpun yang dapat memastikan apa yang akan terjadi dimasa depan.
Economic value of time merupakan sebuah konsep dimana waktulah yang memiliki nilai ekonomi, bukankah uang memiliki nilai waktu. Economic value of time memiliki arti memaksimumkan nilai ekonomis suatu dana pada periodik tertentu.







DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anto, Hendri. 2003. Pengantar Ekonomi Mikro Islami. Yokyakarta : Jala Sutra.
Karim, Helmi. 1997. Fiqh Muamalah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Khan, M Fahim. 2014. Esai-esai Ekonomi Islam. Jakarta : Rajawali Press.
Muhammad. 2005. Bank Syariah di Indonesia Analisa Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah. Yokyakarta : UII press.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya produksi dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Teori Ketenagakerjaan dan Upah

Konsep Harga Dalam Ekonomi Islam