Teori Ketenagakerjaan dan Upah
MAKALAH
TEORI
KETENAGAKERJAAN DAN UPAH
OLEH :
RANDO SONY PUTRASMA : (1730403078)
MATA KULIAH :
ILMU EKONOMI MIKRO ISLAM
DOSEN
MATA KULIAH :
DR. H. SYUKRI ISKA,M.AG.
IFELDA NINGSIH,S.E.I.,MA
IFELDA NINGSIH,S.E.I.,MA
JURUSAN AKUTANSI SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2018 M/1439 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerja merupakan
salah satu kegiatan penting bagi manusia, bahkan terkadang menjadi sangat
dominan dibandingkan dengan aktifitas-aktifitas lainnya. Kerja sebagai sumber nilai manusia, berarti manusia itu
sendiri menentukan nilai atau harga ke atas sesuatu perkara itu. Sesuatu
perkara itu pada zatnya tidak ada apa-apa nilai kecuali kerana nisbahnya kepada
apa yang dikerjakan oleh manusia bagi menghasil, membuat, mengedar atau
menggunakannya. Kerja juga merupakan sumber yang objektif bagi penilai prestasi
manusia berdasarkan segi kelayakan. Oleh yang demikian Islam menentukan ukuran
dan syarat-syarat kelayakan dan juga syarat-syarat kegiatan bagi menentukan
suatu pekerjaan atau jawatan itu supaya dapat dinilai prestasi kerja seseorang
itu. Dengan cara ini, Islam dapat menyingkirkan perasaan pilih kasih dalam
menilai prestasi seseorang sama ada segi sosial, ekonomi dan politik. Kebaikan
dari kerja keras adalah pengganguran dan sikap bermalas-malas. Islam sanagat
membenci pengganguran, pemintak-mintak dan sikap pasif dalam mencari maal.
Problematika upah dan buruh di berbagai wilayah di dunia
bagaikan benang kusut
yang sulit diuraikan,
meskipun setiap tanggal 1 Mei
diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia yang dikenal dengan istilah May Day,
namun tetap belum membawa perubahan yang
berarti. Dilihat dari sejarah
ditetapkannya tanggal itu,
May Day lahir dari
berbagai rentetan perjuangan
kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak
industrial. Proses
penentuan upah yang islami berasal dari dua faktor: objektif dan subjektif.
Objektif adalah upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar
tenaga kerja. Sedangkan subjektif, upah ditentukan melalui pertimbangan-pertimbangan
sosial. Maksud pertimbangan-pertimbangan sosial adalah nilai-nilai
kemanusiaan tenaga kerja.
B.
Tujuan Pemakalah
1. Agar
pembaca paham tentang nilai kerja dalam padangan islam, penetuan ujrah yang
adil dan manusiawi.
2. Pemakalah
berharap makalah ini dapat memotivasi pembaca agar tergerak untuk memahami
nilai kerja dalam pandangan islam.
3. Pemakalah
dan pembaca bisa sama-sama paham dan dapat membagikan ilmu tentang nilai kerja
dalam pandangan islam kepada orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Nilai
Kerja Dalam Padangan Islam
Kerja merupakan salah satu kegiatan
penting bagi manusia, bahkan terkadang menjadi sangat dominan dibandingkan
dengan aktifitas-aktifitas lainnya. Kerja atau amal menurut Islam dapat
diartikan dengan makna yang umum dan makna yang khusus. Dalam pengertian umum
kerja mencangkup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam mencari
materi atau non materi, intelektual atau fisik, maupun bentuk aktifitas manusia
dapat dimaknai sebagai kerja Amal dengan
makna umum ialah melakukan atau meninggalkan apapun perbuatan yang disuruh atau
dilarang oleh agama yang meliputi perbuatan baik atau jahat. Perbuatan baik
dinamakan amal soleh dan perbuatan jahat dinamakan maksiat.
Adapun kerja
atau amal dengan maknanya yang khusus iaitu melakukan pekerjaan atau usaha yang
menjadi salah satu unsur terpenting dan titik tolak bagi proses kegiatan
ekonomi seluruhnya. Kerja dalam makna yang khusus menurut Islam terbagi kepada:
1. Kerja yang
bercorak jasmani (fizikal)
2. Kerja yang
bercorak aqli/fikiran (mental)
Dari
keterangan hadis-hadis Rasulullah (s.a.w), terdapat kesimpulan bahwa konsep
kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi yang dibolehkan oleh
syara sebagai balasan kepada upah atau bayaran, sama ada kerja itu bercorak
jasmani (flzikal) seperti kerja buruh, pertanian, pertukangan tangan dan
sebagainya atau kerja bercorak aqli (mental) seperti jabatan pegawai, baik yang
berupa perguruan, iktisas atau jabatan perkeranian dan teknikal dengan negeri
atau swasta. Antara hadis-hadis tersebut ialah:
·
"Tidaklah ada makanan seseorang itu yang
lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil usaha tangannya
sendiri". (Riwayat al-Bukhari)
·
“Barang siapa di mallam harimerasakan
kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya di siang hari maka dia
dimpuni dosanya (oleh Allah)” (HR Thabrani)
·
“Tidak ada seorang laki-laki yang menanam
tanaman (bekerja) kecuali Allah mencatat baginya pahala (sebesar) apa yang
keluar dari tanaman tersebut” (HR Abu Dawud dan Hakim)
Islam menjadikan kerja sebagai sumber nilai insan dan ukuran yang
tanggung jawab berbeda. Firman Allah bermaksud:
"Dan
bahawa sesungguhnya tidak ada balasan bagi seseorang itu melainkan balasan apa
yang diusahakan". (al-Najm: 39)
Firman-Nya
lagi bermaksud:
"Dan
bagi tiap-tiap seseorang beberapa darjat tingkatan balasan disebabkan amal yang
mereka kerjakan dan ingatlah Tuhan itu tidak lalai dari apa yang mereka
lakukan". (al-An'am: 132)
Kerja sebagai sumber nilai manusia,
berarti manusia itu sendiri menentukan nilai atau harga ke atas sesuatu perkara
itu. Sesuatu perkara itu pada zatnya tidak ada apa-apa nilai kecuali kerana
nisbahnya kepada apa yang dikerjakan oleh manusia bagi menghasil, membuat,
mengedar atau menggunakannya. Kerja juga merupakan sumber yang objektif bagi
penilai prestasi manusia berdasarkan segi kelayakan. Oleh yang demikian Islam
menentukan ukuran dan syarat-syarat kelayakan dan juga syarat-syarat kegiatan
bagi menentukan suatu pekerjaan atau jawatan itu supaya dapat dinilai prestasi
kerja seseorang itu. Dengan cara ini, Islam dapat menyingkirkan perasaan pilih
kasih dalam menilai prestasi seseorang sama ada segi sosial, ekonomi dan
politik. Kebaikan dari kerja keras adalah pengganguran dan sikap
bermalas-malas. Islam sanagat membenci pengganguran, pemintak-mintak dan sikap
pasif dalam mencari maal (Anto Hendrie,2007,hal 222-223).
Upah disebut juga ujrah dalam
Islam. Upah adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan tenaga
kerja. Untuk mengetahui definisi upah versi Islam secara menyeluruh, ada
baiknya kita melihat terlebih dahulu Surat At-Taubah: 105, yang artinya: “Dan
katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan.” dan Surat An-Nahl: 97, yang artinya, “Barangsiapa
yang mengerjakan amal soaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Demikian juga dengan QS. An-Nahl: 97, maksud dari kata
“balasan” dalam ayat tersebut adalah upah atau kompensasi. Jadi dalam Islam,
jika seseorang mengerjakan pekerjaan dengan niat karena Allah (amal sholeh),
maka ia akan mendapatkan balasan, baik didunia (berupa upah) maupun di akhirat
(berupa pahala), yang berlipat ganda. Dari dua ayat terebut dapat kita
simpulkan, upah dalam konsep Islam memiliki dua aspek, yaitu dunia dan akhirat.
Proses penentuan upah yang islami berasal dari dua faktor:
objektif dan subjektif. Objektif adalah upah ditentukan melalui pertimbangan
tingkat upah di pasar tenaga kerja. Sedangkan subjektif, upah ditentukan
melalui pertimbangan-pertimbangan sosial. Maksud pertimbangan-pertimbangan
sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan tenaga kerja. Selama ini ekonomi konvensional
berpendapat, upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar tenaga
kerja. Namun ada sisi kemanusiaan yang harus diperhatikan pula. Misal, tata
cara pembayaran upah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda: ‘Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya.” (HR.
Ibnu Majah dan Imam Thabrani)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan, Islam sangat
menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Berbeda dengan konvensional yang hanya
memandang manusia sebagai barang modal. Manusia tidak boleh diperlakukan
seperti halnya barang modal, misalnya mesin.
Sadeeq (1992) menyebutkan beberapa ketentuan yang akan
menjamin diperlakukannya tenaga kerja secara manusiawi. Ketentuan-ketentuan
tersebut adalah: (1) Hubungan antara majikan (musta’jir) dan buruh (ajir)
adalah man to man brotherly relationship, yaitu hubungan persaudaraan.
(2) Beban kerja dan lingkungan yang
melingkupinya harus memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan. Seperti yang telah diutarakan, manusia tidak sama dengan barang modal. Manusia membutuhkan waktu untuk istirahat, sosialisasi, dan yang terpenting adalah waktu untuk ibadah. (3) Tingkat upah minimum harus mencukupi bagi pemenuhan kebutuhan dasar dari para tenaga kerja (Read more https://pengusahamuslim.com/3577-tenaga-kerja-dan-upah-dalam-1823.html).
melingkupinya harus memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan. Seperti yang telah diutarakan, manusia tidak sama dengan barang modal. Manusia membutuhkan waktu untuk istirahat, sosialisasi, dan yang terpenting adalah waktu untuk ibadah. (3) Tingkat upah minimum harus mencukupi bagi pemenuhan kebutuhan dasar dari para tenaga kerja (Read more https://pengusahamuslim.com/3577-tenaga-kerja-dan-upah-dalam-1823.html).
Pada dasarnya
setiap transaksi barang atau jasa dari satu pihak kepada pihak yang lain akan
menimbulkana kompensasi. Dalam terminologi fiqh mu’amalah, kompensasi dalam
transaksi antara barang dengan uang disebut dengan Isaman (haraga/price),
sedangkan transaksi uang dengan tenaga kerja manusia disebut Ujrah
(upah/wage).seseorang yang bekerja pada dasarnya melakukan suatu transaksi
jasa, baik jasa intelektual atau fisik, dengan uang. Berkerja dapat dilakukan
untuk kegiatan sendiri atau kegiatan pihak lain. Bekerja untuk kegiatan sendiri
tidak menimbulkan pembahasan yang rumit, sebab ia bertransaksi dengan dirinya
sendiri. Tetapi bekerja untuk kegiatan pihak lain memerlukan pembahasan yang
khusus, sebab ia bertransaksi denga pihak lai. Masalah utama yang muncul dalam
hal ini antara lai adalah bagaimana cara menentukan tingkat upah dari pekerja,
faktor apa yang harus diertimbangkan dalam penentuan upah, serta bagaimana
etika dalam mengatur pekerja (terutaa yang berkaitan dengan pengupahan) (Anto
Hendri,2003,hal. 224).
Penentuan Upah
di Berbagai Bentuk Pasar Tenaga Kerja
Seperti juga dengan pasar barang pasar tenaga kerja dpat dibedakan jenis. Bentuk-bentuk pasar tenaga kerja yang terpenting adalah:
Seperti juga dengan pasar barang pasar tenaga kerja dpat dibedakan jenis. Bentuk-bentuk pasar tenaga kerja yang terpenting adalah:
·
Pasar tenaga kerja yang bersifat persaingan
sempurna.
·
Pasar tenaga kerja monopsoni.
·
Pasar tega kerja monopoli di pihak pekerja.
·
Pasar monopoli di kedua belah pihak yaitu
pengusaha dan pekerja (monopoli bilateral).
Persaingan
Sempurna Dalam Pasar Tenaga Kerja
Pasar
persaingan sempurna dalam pasaran tenaga kerja berarti di dalam pasar terdapat
banyak perusahan yang memerlukan tenaga kerja, dan tenaga kerja yang ada dalam
pasar tidak menyatukan diri di dalam serikat –serikat buruh yang akan bertindak
sebagai wakil mereka. Di dalam pasar tenaga kerja yang seperti itu sifat-sifat
permintaan dan penawaran tenaga kerja tidak berbeda denga sifat-sifat
permintaan dan penawaran di pasar barang, bersifat menurun dari kiri atas ke
kanan bawah. Berarti permintaan ke atas tenaga kerja bersifat ; semakin tinggi
/ rendah upah tenaga kerja, semakin sedikit permintaan ke atas tenaga kerja.
Berdasarkan
kepada sifat permintaan dan penawaran tenaga kerja seperti yang diterangkan di
atas ditunjukkan penentuan tingkat upah dipasar tenaga kerja dan di dalam
sesuatu perusahaan. Dalam gambar kurva perusahaan , kurva MRP= D adalah kurva
permintaan ternaga kerja, dan kurva SS adalah penawaran tenaga kerja. Denga
demikian keseimbangan dicapai di titikE, yang berarti jumlah tenaga kerja yang
digunakan adalah L dan tingkat upah adalah W. di dalam gambar kurva pasar
ditunjukkan permintaan dan penawaran tenaga kerja di sesuatu perusahaan. Pleh
karena sifat pasar adalah persaingan sempurna, firma tidak dapat mempengaruhi
tingkat upah.
Ini berarti
firma harus membayar upah sebasar W kepada para pekerja yang digunakannya, dan
pada tingkat upah ini ia dapat memperoleh semua tenaga kerja yang
diperlukannya. Maka kurva W adalah kurva penawaran tenaga kerja kepada
perusahaan itu, kurva d=mrp menggambarkan permintaan tenaga kerja oleh
perusahaan tersebut. Maka keseimbangan dicapai di titikc, dan dengan demikian
jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah sebanyak
1000.
Pasar Tenaga
Kerja Monopsoni
Monopsoni
berarti hanya terdapat satu pembelian di pasar sedangkan penjual jumlahnya
banyak. Berarti pasar tenaga kerja seperti ini bersifat monopoli di pihak
perusahaan, berarti di dalam pasar hanya terdapat satu perusahaan yang akan
menggunakan tenaga kerja yang ditawarkan. Pasar tenaga kerja yang seperti ini
terwujud apabilah sesuatu tempat/daerah
tertentu terdapat sesuatu firma yang sangat besar, dan ia satu-satunya
perusahaan modern ditempat tersebut. Untuk menerangkan penentuan upah di pasar
monopsony dugunakan dua pendekatan:
·
Menerangkannya dengan menggunakan gambaran
secara angka.
·
Menerangkannya secara grafik.
Monopoli dari
pihak tenaga kerja
Dengan tujuan
agar mereka dapat memperoleh upah dan fasilitas buka keuangan yang lebih baik,
tenaga kerja dapat menyatukan diri di dalam serikat buruh atau persatuan tenaga
kerja. Serikat buruh adalah organisasi yang didirikan dengan tujuan agar para
pekerja dapat, sebagai suatu kesatuan, membicarakan atau menuntut syarat-syarat
kerja tertentu dengan para pengusaha. Setelah bermufakat dengan
anggota-anggotanya, pimpinan persatuan pekerja akan menuntut upah dan
syarat-syarat kerja lain kepada para pengusaha. Tindakan seperti ini
menyebabakan tenaga kerja mempunyai kekuasaan monopoli ke atas tenaga kerja
yang ditawarkan.
Penentuan upah
dalam pasar tenaga kerja yang bersifat monopoli pihak pekerja dibedakan menjadi
tiga keadaan yaitu:
a. Menuntut upah yang lebih tinggi
Kalau
organisasi serikat buruh dapat meliputi dan mewakili sebagian besar tenaga
kerja di dalam suatu industri, kemampuannya untuk menentukan tingkat upah
adalah sangat besar. Apabila tuntutan serikat buruh tersebut tidak dapat
dipenuhi para pengusaha, serikat buruh tersebut dapat membuat ancaman (misalnya
mogok kerja) yang akan menimbulkan implikasi yang sangat buruk kepada
perusahaan-perusahaan.
b. Membatasi penawaran tenaga kerja
Terdapat
organisasi serikat buruh / persatuan pekerja yang bersifat sangat khusus
misalnya persatuan sekretaris, persatuan ahli teknik, persatuan dokter, dan
sebagainya. Persatuan-persatuan seperti ini dapat mempengaruhi upah yang mereka
terima dengan cara membatasi penawaran mereka. Salah satu caranya adalah dengan
membatasi keanggotaan mereka, dan melarang bukan anggota untuk menjalankan
kegiatan di daerah yang diliputi oleh persatuan tersebut.
c. Menambah permintaan tenaga kerja
Kedua-dua cara
serikat buruh untuk menaikkan upah diatas, mencapai tujuannya dengan membuat
suatu pengorbanan yang cukup serius, yaitu dengan mengurangi penggunaan tenaga
kerja. Kekuasaan monopoli yang dimiliki pekerja menyebabkan setiap pekerja
memperoleh upah yang lebih tinggi dari upah yang didalam pasar persaingan
sempurna, akan tetapi tenaga kerja yang digunakan perusahaan-perusahaan adalah
lebih sedikit dari pada apabila pasar tenaga kerja berbentuk pasar persaingan
sempurna.
Kelemahan
diatas dapat dihindari apabila penekanan dari usaha serikat buruh dalam
memperbaiki nasib anggota-anggotanya ialah dengan berusaha menambah permintaan
keatas tenaga kerja. Apabila usaha itu berhasil, bukan saja upah akan menjadi
bertambah tinggi tetapi jumlah tenaga kerja yang akan digunakan akan bertambah
banyak pula
Terdapat
beberapa cara yang dapat dilakukan oleh serikat buruh untuk menaikkan
permintaan keatas tenaga kerja salah satu cara yang saling bermanfaat adalah
dengan berusaha menaikkan produktifitas tenaga kerja, tujuan ini dapat dicapai
dengan :
1. Membuat seminar-seminar mengenai masalah
pekerjaan yang mereka hadapi dan memberikan kesadaran tentang tenggung jawab
para pekerja dalam perusahaan.
2. Mengadakan
latihan atau penyluhan terhadap pekerja guna untuk meningkatkan keterampilan
tenaga kerja.
Pasar
Tenaga Kerja Monopoli Bilateral
1. Menentukan tigkat upah apabila pasar tenaga
kerja adalah monopsoni.
2. Penentuan tingkat upah apabila pasar tenaga kerja adala monopoli.
2. Penentuan tingkat upah apabila pasar tenaga kerja adala monopoli.
Dari analisis
tersebut dapat dilihat bahwa didalam pasar monpsoni upah adalah lebi rendah
dibandingkan di pasar persaingan sempurna, sedangkan sipasar monopoli upah
adalah lebih tinggi dari pasar persaingan sempurna. Dengan demikian upah
mencapai tingkat yang berbeda sekali didalam dua pasar tersebut (Sukirno,
Sadono,2015,hal. 350-366).
C. Perbedaan Penentuan Ujrah dalam Ekonomi
Islam dan Konvensional
1. Penentuan
Upah dalam perekonomian Islam
Dalam padangan syari’at islam upah
merupakan hak dari orang yang telah bekerja (ajir/ employee/buruh) dan kewajiban
bagi orang yang mempekerjakan (musta’jir/employer/majikan). Meskipun
terminologi umum yang digunakan untuk bekerja adalah ‘amal tetapi kata yang
digunakan untuk menyebut pekerja adalah ajir (orang-orang yang dikontrak tenaga
kerjanya) dan orang yang memperkerjakan disebut musta’jir. Kata ‘ummal atau
‘amil (orang yang bekerja) tidak lazim digunakan untuk menyebut pekerja, karena
makna kata-kata ini termasuk orang yang bekerja untuk dirinya sendiri (al
Maliki, 1996, h,139-140). Allah menghalalkan upah, sebab upah (tsaman) adalah
kompensisi atas jasa yang telah diberikan seorang tenaga kerja. Perampasan
terhadap upah adalah suatu buru yang akan mendapat ancaman siksa dari Allah.
2. Penentuan
Upah dalam perekonomian Konvensioanal
Dalam pandangan kapitalisme tenaga
kerja pada dasarnya adalah faktor produksi yang tidak berbeda dengan faktor
produksi lainnya, misalanya barang-barang modal. Oleh karennya tingkat upah
(wage rate) yang merupakan harga dari tenaga kerja , akan ditentukan
berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran dalam pasar tenaga kerja. Jadi
timgkat upah akan ditentukan berdasarkan market wage. Karena tenaga kerja pada
dasarnya dianggap sama seperti barang-barang modal maka hukum permintaan dan
penawaran barang akan berlaku dalam penentuan tingkat upah. Secara teoritis,
baik produsen maupun tenaga kerja memiliki peluang untuk menentukan tingkat
upah, keduanya dapat mempengaruhi titik keseimbangan permintaan dan penawaran
tenaga kerja dipasar. Tetapi, dalam dunia nyata nasib tenaga kerja dalam
perekonimian kapitalisme seringkali lebih menyedihkan. Tenaga kerja harus
bersaing denga tenaga mesi, tanaga robot dan alat-alat fisik lain yang dapat
menjadi subtitusi bagi tenaga kerja manusia. Dalam perekonomian kapitalisme
juga sering dijumpai intervensi pemerintahdalam wujud penentuan kebijakan
pengupahan (miasalnya kebijakan upah minimum) dan jaminan social keselamatan
pekerja (Anto, Hendri,2003,hal. 225-231).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kerja merupakan salah satu kegiatan penting
bagi manusia, bahkan terkadang menjadi sangat dominan dibandingkan dengan
aktifitas-aktifitas lainnya. Kerja atau amal menurut Islam dapat diartikan
dengan makna yang umum dan makna yang khusus. Dalam pengertian umum kerja
mencangkup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam mencari materi
atau non materi, intelektual atau fisik, maupun bentuk aktifitas manusia dapat
dimaknai sebagai kerja Amal dengan makna
umum ialah melakukan atau meninggalkan apapun perbuatan yang disuruh atau
dilarang oleh agama yang meliputi perbuatan baik atau jahat. Perbuatan baik
dinamakan amal soleh dan perbuatan jahat dinamakan maksiat.
Adapun kerja
atau amal dengan maknanya yang khusus iaitu melakukan pekerjaan atau usaha yang
menjadi salah satu unsur terpenting dan titik tolak bagi proses kegiatan
ekonomi seluruhnya. Kerja dalam makna yang khusus menurut Islam terbagi kepada:
1. Kerja yang
bercorak jasmani (fizikal)
2. Kerja yang
bercorak aqli/fikiran (mental)
Dari keterangan
hadis-hadis Rasulullah (s.a.w), terdapat kesimpulan bahwa konsep kerja menurut
Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi yang dibolehkan oleh syara sebagai
balasan kepada upah atau bayaran, sama ada kerja itu bercorak jasmani (flzikal)
seperti kerja buruh, pertanian, pertukangan tangan dan sebagainya atau kerja
bercorak aqli (mental) seperti jabatan pegawai, baik yang berupa perguruan,
iktisas atau jabatan perkeranian dan teknikal dengan negeri atau swasta.
Proses
penentuan upah yang islami berasal dari dua faktor: objektif dan subjektif.
Objektif adalah upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar
tenaga kerja. Sedangkan subjektif, upah ditentukan melalui
pertimbangan-pertimbangan sosial. Maksud pertimbangan-pertimbangan sosial
adalah nilai-nilai kemanusiaan tenaga kerja. Selama ini ekonomi konvensional
berpendapat, upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar tenaga
kerja. Namun ada sisi kemanusiaan yang harus diperhatikan pula. Misal, tata
cara pembayaran upah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda: ‘Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya.” (HR.
Ibnu Majah dan Imam Thabrani)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan, Islam sangat
menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Berbeda dengan konvensional yang hanya
memandang manusia sebagai barang modal. Manusia tidak boleh diperlakukan
seperti halnya barang modal, misalnya mesin.
B. Saran
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan oleh karena itu pemakalah sangat berharap banyak kepada pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar makalah yang kedepannya bisa lebih baik lagi.
Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan oleh karena itu pemakalah sangat berharap banyak kepada pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar makalah yang kedepannya bisa lebih baik lagi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Sukirno, Sadono. 2015.MIKROEKONOMI TEORI PENGATAR.Jakarta:Rajawali
Pers
Anto,
Hendrie. 2013.PENGATAR EKONOMIKA MIKRO ISLAMI.Codongcatur, Depok, Sleman, tYogyakarta:
Ekonisia.
Komentar
Posting Komentar