Teori Ketenagakerjaan dan Upah



                                                             
MAKALAH
TEORI KETENAGAKERJAAN DAN UPAH

OLEH :

RANDO SONY PUTRASMA          :       (1730403078)

MATA KULIAH :
ILMU EKONOMI MIKRO ISLAM

DOSEN MATA KULIAH :
DR. H. SYUKRI ISKA,M.AG.
IFELDA NINGSIH,S.E.I.,MA

JURUSAN AKUTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2018 M/1439 H



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
        Kerja merupakan salah satu kegiatan penting bagi manusia, bahkan terkadang menjadi sangat dominan dibandingkan dengan aktifitas-aktifitas lainnya.  Kerja sebagai sumber nilai manusia, berarti manusia itu sendiri menentukan nilai atau harga ke atas sesuatu perkara itu. Sesuatu perkara itu pada zatnya tidak ada apa-apa nilai kecuali kerana nisbahnya kepada apa yang dikerjakan oleh manusia bagi menghasil, membuat, mengedar atau menggunakannya. Kerja juga merupakan sumber yang objektif bagi penilai prestasi manusia berdasarkan segi kelayakan. Oleh yang demikian Islam menentukan ukuran dan syarat-syarat kelayakan dan juga syarat-syarat kegiatan bagi menentukan suatu pekerjaan atau jawatan itu supaya dapat dinilai prestasi kerja seseorang itu. Dengan cara ini, Islam dapat menyingkirkan perasaan pilih kasih dalam menilai prestasi seseorang sama ada segi sosial, ekonomi dan politik. Kebaikan dari kerja keras adalah pengganguran dan sikap bermalas-malas. Islam sanagat membenci pengganguran, pemintak-mintak dan sikap pasif dalam mencari maal.
         Problematika  upah dan buruh di berbagai wilayah di dunia bagaikan   benang   kusut   yang   sulit   diuraikan,   meskipun   setiap tanggal 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Sedunia yang dikenal dengan istilah May Day, namun tetap belum membawa perubahan yang  berarti. Dilihat  dari  sejarah  ditetapkannya  tanggal  itu,  May Day  lahir  dari  berbagai  rentetan  perjuangan  kelas  pekerja  untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Proses penentuan upah yang islami berasal dari dua faktor: objektif dan subjektif. Objektif adalah upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar tenaga kerja. Sedangkan subjektif, upah ditentukan melalui pertimbangan-pertimbangan sosial. Maksud pertimbangan-pertimbangan sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan tenaga kerja.



B.     Tujuan Pemakalah
1.      Agar pembaca paham tentang nilai kerja dalam padangan islam, penetuan ujrah yang adil dan manusiawi.
2.      Pemakalah berharap makalah ini dapat memotivasi pembaca agar tergerak untuk memahami nilai kerja dalam pandangan islam.
3.      Pemakalah dan pembaca bisa sama-sama paham dan dapat membagikan ilmu tentang nilai kerja dalam pandangan islam kepada orang lain.




BAB II
PEMBAHASAN


 A.    Nilai Kerja Dalam Padangan Islam
      Kerja merupakan salah satu kegiatan penting bagi manusia, bahkan terkadang menjadi sangat dominan dibandingkan dengan aktifitas-aktifitas lainnya. Kerja atau amal menurut Islam dapat diartikan dengan makna yang umum dan makna yang khusus. Dalam pengertian umum kerja mencangkup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam mencari materi atau non materi, intelektual atau fisik, maupun bentuk aktifitas manusia dapat dimaknai sebagai kerja  Amal dengan makna umum ialah melakukan atau meninggalkan apapun perbuatan yang disuruh atau dilarang oleh agama yang meliputi perbuatan baik atau jahat. Perbuatan baik dinamakan amal soleh dan perbuatan jahat dinamakan maksiat.
Adapun kerja atau amal dengan maknanya yang khusus iaitu melakukan pekerjaan atau usaha yang menjadi salah satu unsur terpenting dan titik tolak bagi proses kegiatan ekonomi seluruhnya. Kerja dalam makna yang khusus menurut Islam terbagi kepada:
1. Kerja yang bercorak jasmani (fizikal)
2. Kerja yang bercorak aqli/fikiran (mental)
Dari keterangan hadis-hadis Rasulullah (s.a.w), terdapat kesimpulan bahwa konsep kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi yang dibolehkan oleh syara sebagai balasan kepada upah atau bayaran, sama ada kerja itu bercorak jasmani (flzikal) seperti kerja buruh, pertanian, pertukangan tangan dan sebagainya atau kerja bercorak aqli (mental) seperti jabatan pegawai, baik yang berupa perguruan, iktisas atau jabatan perkeranian dan teknikal dengan negeri atau swasta. Antara hadis-hadis tersebut ialah:
·         "Tidaklah ada makanan seseorang itu yang lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil usaha tangannya sendiri". (Riwayat al-Bukhari)
·         “Barang siapa di mallam harimerasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya di siang hari maka dia dimpuni dosanya (oleh Allah)” (HR Thabrani)
·         “Tidak ada seorang laki-laki yang menanam tanaman (bekerja) kecuali Allah mencatat baginya pahala (sebesar) apa yang keluar dari tanaman tersebut” (HR Abu Dawud dan Hakim)
      Islam menjadikan kerja sebagai sumber nilai insan dan ukuran yang tanggung jawab berbeda. Firman Allah bermaksud:
"Dan bahawa sesungguhnya tidak ada balasan bagi seseorang itu melainkan balasan apa yang diusahakan". (al-Najm: 39)
Firman-Nya lagi bermaksud:
"Dan bagi tiap-tiap seseorang beberapa darjat tingkatan balasan disebabkan amal yang mereka kerjakan dan ingatlah Tuhan itu tidak lalai dari apa yang mereka lakukan". (al-An'am: 132)
      Kerja sebagai sumber nilai manusia, berarti manusia itu sendiri menentukan nilai atau harga ke atas sesuatu perkara itu. Sesuatu perkara itu pada zatnya tidak ada apa-apa nilai kecuali kerana nisbahnya kepada apa yang dikerjakan oleh manusia bagi menghasil, membuat, mengedar atau menggunakannya. Kerja juga merupakan sumber yang objektif bagi penilai prestasi manusia berdasarkan segi kelayakan. Oleh yang demikian Islam menentukan ukuran dan syarat-syarat kelayakan dan juga syarat-syarat kegiatan bagi menentukan suatu pekerjaan atau jawatan itu supaya dapat dinilai prestasi kerja seseorang itu. Dengan cara ini, Islam dapat menyingkirkan perasaan pilih kasih dalam menilai prestasi seseorang sama ada segi sosial, ekonomi dan politik. Kebaikan dari kerja keras adalah pengganguran dan sikap bermalas-malas. Islam sanagat membenci pengganguran, pemintak-mintak dan sikap pasif dalam mencari maal (Anto Hendrie,2007,hal 222-223).


B.     Penentuan Ujrah yang adil dan Manusiawi
         Upah disebut juga ujrah dalam Islam. Upah adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan tenaga kerja. Untuk mengetahui definisi upah versi Islam secara menyeluruh, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu Surat At-Taubah: 105, yang artinya: “Dan katakanlah:  Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberikan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” dan Surat An-Nahl: 97, yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan amal soaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Demikian juga dengan QS. An-Nahl: 97, maksud dari kata “balasan” dalam ayat tersebut adalah upah atau kompensasi. Jadi dalam Islam, jika seseorang mengerjakan pekerjaan dengan niat karena Allah (amal sholeh), maka ia akan mendapatkan balasan, baik didunia (berupa upah) maupun di akhirat (berupa pahala), yang berlipat ganda. Dari dua ayat terebut dapat kita simpulkan, upah dalam konsep Islam memiliki dua aspek, yaitu dunia dan akhirat.
Proses penentuan upah yang islami berasal dari dua faktor: objektif dan subjektif. Objektif adalah upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar tenaga kerja. Sedangkan subjektif, upah ditentukan melalui pertimbangan-pertimbangan sosial. Maksud pertimbangan-pertimbangan sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan tenaga kerja. Selama ini ekonomi konvensional berpendapat, upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar tenaga kerja. Namun ada sisi kemanusiaan yang harus diperhatikan pula. Misal, tata cara pembayaran upah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: ‘Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah dan Imam Thabrani)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan, Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Berbeda dengan konvensional yang hanya memandang manusia sebagai barang modal. Manusia tidak boleh diperlakukan seperti halnya barang modal, misalnya mesin.
Sadeeq (1992) menyebutkan beberapa ketentuan yang akan menjamin diperlakukannya tenaga kerja secara manusiawi. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah: (1) Hubungan antara majikan (musta’jir) dan buruh (ajir) adalah man to man brotherly relationship, yaitu hubungan persaudaraan. (2) Beban kerja dan lingkungan yang
melingkupinya harus memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan. Seperti yang telah diutarakan, manusia tidak sama dengan barang modal. Manusia membutuhkan waktu untuk istirahat, sosialisasi, dan yang terpenting adalah waktu untuk ibadah. (3) Tingkat upah minimum harus mencukupi bagi pemenuhan kebutuhan dasar dari para tenaga kerja (Read more
https://pengusahamuslim.com/3577-tenaga-kerja-dan-upah-dalam-1823.html).
Pada dasarnya setiap transaksi barang atau jasa dari satu pihak kepada pihak yang lain akan menimbulkana kompensasi. Dalam terminologi fiqh mu’amalah, kompensasi dalam transaksi antara barang dengan uang disebut dengan Isaman (haraga/price), sedangkan transaksi uang dengan tenaga kerja manusia disebut Ujrah (upah/wage).seseorang yang bekerja pada dasarnya melakukan suatu transaksi jasa, baik jasa intelektual atau fisik, dengan uang. Berkerja dapat dilakukan untuk kegiatan sendiri atau kegiatan pihak lain. Bekerja untuk kegiatan sendiri tidak menimbulkan pembahasan yang rumit, sebab ia bertransaksi dengan dirinya sendiri. Tetapi bekerja untuk kegiatan pihak lain memerlukan pembahasan yang khusus, sebab ia bertransaksi denga pihak lai. Masalah utama yang muncul dalam hal ini antara lai adalah bagaimana cara menentukan tingkat upah dari pekerja, faktor apa yang harus diertimbangkan dalam penentuan upah, serta bagaimana etika dalam mengatur pekerja (terutaa yang berkaitan dengan pengupahan) (Anto Hendri,2003,hal. 224).
Penentuan Upah di Berbagai Bentuk Pasar Tenaga Kerja
Seperti juga dengan pasar barang pasar tenaga kerja dpat dibedakan jenis. Bentuk-bentuk pasar tenaga kerja yang terpenting adalah:
·         Pasar tenaga kerja yang bersifat persaingan sempurna.
·         Pasar tenaga kerja monopsoni.
·         Pasar tega kerja monopoli di pihak pekerja.
·         Pasar monopoli di kedua belah pihak yaitu pengusaha dan pekerja (monopoli bilateral).
Persaingan Sempurna Dalam Pasar Tenaga Kerja
Pasar persaingan sempurna dalam pasaran tenaga kerja berarti di dalam pasar terdapat banyak perusahan yang memerlukan tenaga kerja, dan tenaga kerja yang ada dalam pasar tidak menyatukan diri di dalam serikat –serikat buruh yang akan bertindak sebagai wakil mereka. Di dalam pasar tenaga kerja yang seperti itu sifat-sifat permintaan dan penawaran tenaga kerja tidak berbeda denga sifat-sifat permintaan dan penawaran di pasar barang, bersifat menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Berarti permintaan ke atas tenaga kerja bersifat ; semakin tinggi / rendah upah tenaga kerja, semakin sedikit permintaan ke atas tenaga kerja.



Berdasarkan kepada sifat permintaan dan penawaran tenaga kerja seperti yang diterangkan di atas ditunjukkan penentuan tingkat upah dipasar tenaga kerja dan di dalam sesuatu perusahaan. Dalam gambar kurva perusahaan , kurva MRP= D adalah kurva permintaan ternaga kerja, dan kurva SS adalah penawaran tenaga kerja. Denga demikian keseimbangan dicapai di titikE, yang berarti jumlah tenaga kerja yang digunakan adalah L dan tingkat upah adalah W. di dalam gambar kurva pasar ditunjukkan permintaan dan penawaran tenaga kerja di sesuatu perusahaan. Pleh karena sifat pasar adalah persaingan sempurna, firma tidak dapat mempengaruhi tingkat upah.
Ini berarti firma harus membayar upah sebasar W kepada para pekerja yang digunakannya, dan pada tingkat upah ini ia dapat memperoleh semua tenaga kerja yang diperlukannya. Maka kurva W adalah kurva penawaran tenaga kerja kepada perusahaan itu, kurva d=mrp menggambarkan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan tersebut. Maka keseimbangan dicapai di titikc, dan dengan demikian jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah sebanyak 1000.
Pasar Tenaga Kerja Monopsoni
Monopsoni berarti hanya terdapat satu pembelian di pasar sedangkan penjual jumlahnya banyak. Berarti pasar tenaga kerja seperti ini bersifat monopoli di pihak perusahaan, berarti di dalam pasar hanya terdapat satu perusahaan yang akan menggunakan tenaga kerja yang ditawarkan. Pasar tenaga kerja yang seperti ini terwujud apabilah sesuatu tempat/daerah  tertentu terdapat sesuatu firma yang sangat besar, dan ia satu-satunya perusahaan modern ditempat tersebut. Untuk menerangkan penentuan upah di pasar monopsony dugunakan dua pendekatan:
·         Menerangkannya dengan menggunakan gambaran secara angka.
·         Menerangkannya secara grafik.


Monopoli dari pihak tenaga kerja
Dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh upah dan fasilitas buka keuangan yang lebih baik, tenaga kerja dapat menyatukan diri di dalam serikat buruh atau persatuan tenaga kerja. Serikat buruh adalah organisasi yang didirikan dengan tujuan agar para pekerja dapat, sebagai suatu kesatuan, membicarakan atau menuntut syarat-syarat kerja tertentu dengan para pengusaha. Setelah bermufakat dengan anggota-anggotanya, pimpinan persatuan pekerja akan menuntut upah dan syarat-syarat kerja lain kepada para pengusaha. Tindakan seperti ini menyebabakan tenaga kerja mempunyai kekuasaan monopoli ke atas tenaga kerja yang ditawarkan.
Penentuan upah dalam pasar tenaga kerja yang bersifat monopoli pihak pekerja dibedakan menjadi tiga keadaan yaitu:
a.       Menuntut upah yang lebih tinggi
Kalau organisasi serikat buruh dapat meliputi dan mewakili sebagian besar tenaga kerja di dalam suatu industri, kemampuannya untuk menentukan tingkat upah adalah sangat besar. Apabila tuntutan serikat buruh tersebut tidak dapat dipenuhi para pengusaha, serikat buruh tersebut dapat membuat ancaman (misalnya mogok kerja) yang akan menimbulkan implikasi yang sangat buruk kepada perusahaan-perusahaan.
b.      Membatasi penawaran tenaga kerja
Terdapat organisasi serikat buruh / persatuan pekerja yang bersifat sangat khusus misalnya persatuan sekretaris, persatuan ahli teknik, persatuan dokter, dan sebagainya. Persatuan-persatuan seperti ini dapat mempengaruhi upah yang mereka terima dengan cara membatasi penawaran mereka. Salah satu caranya adalah dengan membatasi keanggotaan mereka, dan melarang bukan anggota untuk menjalankan kegiatan di daerah yang diliputi oleh persatuan tersebut.


c.  Menambah permintaan tenaga kerja
Kedua-dua cara serikat buruh untuk menaikkan upah diatas, mencapai tujuannya dengan membuat suatu pengorbanan yang cukup serius, yaitu dengan mengurangi penggunaan tenaga kerja. Kekuasaan monopoli yang dimiliki pekerja menyebabkan setiap pekerja memperoleh upah yang lebih tinggi dari upah yang didalam pasar persaingan sempurna, akan tetapi tenaga kerja yang digunakan perusahaan-perusahaan adalah lebih sedikit dari pada apabila pasar tenaga kerja berbentuk pasar persaingan sempurna.
Kelemahan diatas dapat dihindari apabila penekanan dari usaha serikat buruh dalam memperbaiki nasib anggota-anggotanya ialah dengan berusaha menambah permintaan keatas tenaga kerja. Apabila usaha itu berhasil, bukan saja upah akan menjadi bertambah tinggi tetapi jumlah tenaga kerja yang akan digunakan akan bertambah banyak pula
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan oleh serikat buruh untuk menaikkan permintaan keatas tenaga kerja salah satu cara yang saling bermanfaat adalah dengan berusaha menaikkan produktifitas tenaga kerja, tujuan ini dapat dicapai dengan :
1.  Membuat seminar-seminar mengenai masalah pekerjaan yang mereka hadapi dan memberikan kesadaran tentang tenggung jawab para pekerja dalam perusahaan.
2. Mengadakan latihan atau penyluhan terhadap pekerja guna untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja.
Pasar Tenaga Kerja Monopoli Bilateral                   
1.   Menentukan tigkat upah apabila pasar tenaga kerja adalah monopsoni.
2.   Penentuan tingkat upah apabila pasar tenaga kerja adala monopoli.
Dari analisis tersebut dapat dilihat bahwa didalam pasar monpsoni upah adalah lebi rendah dibandingkan di pasar persaingan sempurna, sedangkan sipasar monopoli upah adalah lebih tinggi dari pasar persaingan sempurna. Dengan demikian upah mencapai tingkat yang berbeda sekali didalam dua pasar tersebut (Sukirno, Sadono,2015,hal. 350-366).


C.    Perbedaan Penentuan Ujrah dalam Ekonomi Islam dan Konvensional
1.      Penentuan Upah dalam perekonomian Islam
        Dalam padangan syari’at islam upah merupakan hak dari orang yang telah bekerja (ajir/ employee/buruh) dan kewajiban bagi orang yang mempekerjakan (musta’jir/employer/majikan). Meskipun terminologi umum yang digunakan untuk bekerja adalah ‘amal tetapi kata yang digunakan untuk menyebut pekerja adalah ajir (orang-orang yang dikontrak tenaga kerjanya) dan orang yang memperkerjakan disebut musta’jir. Kata ‘ummal atau ‘amil (orang yang bekerja) tidak lazim digunakan untuk menyebut pekerja, karena makna kata-kata ini termasuk orang yang bekerja untuk dirinya sendiri (al Maliki, 1996, h,139-140). Allah menghalalkan upah, sebab upah (tsaman) adalah kompensisi atas jasa yang telah diberikan seorang tenaga kerja. Perampasan terhadap upah adalah suatu buru yang akan mendapat ancaman siksa dari Allah.
2.      Penentuan Upah dalam perekonomian Konvensioanal
         Dalam pandangan kapitalisme tenaga kerja pada dasarnya adalah faktor produksi yang tidak berbeda dengan faktor produksi lainnya, misalanya barang-barang modal. Oleh karennya tingkat upah (wage rate) yang merupakan harga dari tenaga kerja , akan ditentukan berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran dalam pasar tenaga kerja. Jadi timgkat upah akan ditentukan berdasarkan market wage. Karena tenaga kerja pada dasarnya dianggap sama seperti barang-barang modal maka hukum permintaan dan penawaran barang akan berlaku dalam penentuan tingkat upah. Secara teoritis, baik produsen maupun tenaga kerja memiliki peluang untuk menentukan tingkat upah, keduanya dapat mempengaruhi titik keseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja dipasar. Tetapi, dalam dunia nyata nasib tenaga kerja dalam perekonimian kapitalisme seringkali lebih menyedihkan. Tenaga kerja harus bersaing denga tenaga mesi, tanaga robot dan alat-alat fisik lain yang dapat menjadi subtitusi bagi tenaga kerja manusia. Dalam perekonomian kapitalisme juga sering dijumpai intervensi pemerintahdalam wujud penentuan kebijakan pengupahan (miasalnya kebijakan upah minimum) dan jaminan social keselamatan pekerja (Anto, Hendri,2003,hal. 225-231).


BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN    
          Kerja merupakan salah satu kegiatan penting bagi manusia, bahkan terkadang menjadi sangat dominan dibandingkan dengan aktifitas-aktifitas lainnya. Kerja atau amal menurut Islam dapat diartikan dengan makna yang umum dan makna yang khusus. Dalam pengertian umum kerja mencangkup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam mencari materi atau non materi, intelektual atau fisik, maupun bentuk aktifitas manusia dapat dimaknai sebagai kerja  Amal dengan makna umum ialah melakukan atau meninggalkan apapun perbuatan yang disuruh atau dilarang oleh agama yang meliputi perbuatan baik atau jahat. Perbuatan baik dinamakan amal soleh dan perbuatan jahat dinamakan maksiat.
Adapun kerja atau amal dengan maknanya yang khusus iaitu melakukan pekerjaan atau usaha yang menjadi salah satu unsur terpenting dan titik tolak bagi proses kegiatan ekonomi seluruhnya. Kerja dalam makna yang khusus menurut Islam terbagi kepada:
1. Kerja yang bercorak jasmani (fizikal)
2. Kerja yang bercorak aqli/fikiran (mental)
Dari keterangan hadis-hadis Rasulullah (s.a.w), terdapat kesimpulan bahwa konsep kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi yang dibolehkan oleh syara sebagai balasan kepada upah atau bayaran, sama ada kerja itu bercorak jasmani (flzikal) seperti kerja buruh, pertanian, pertukangan tangan dan sebagainya atau kerja bercorak aqli (mental) seperti jabatan pegawai, baik yang berupa perguruan, iktisas atau jabatan perkeranian dan teknikal dengan negeri atau swasta.

          Proses penentuan upah yang islami berasal dari dua faktor: objektif dan subjektif. Objektif adalah upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar tenaga kerja. Sedangkan subjektif, upah ditentukan melalui pertimbangan-pertimbangan sosial. Maksud pertimbangan-pertimbangan sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan tenaga kerja. Selama ini ekonomi konvensional berpendapat, upah ditentukan melalui pertimbangan tingkat upah di pasar tenaga kerja. Namun ada sisi kemanusiaan yang harus diperhatikan pula. Misal, tata cara pembayaran upah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda: ‘Berikanlah upah orang upahan sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah dan Imam Thabrani)
Dari hadis tersebut dapat disimpulkan, Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Berbeda dengan konvensional yang hanya memandang manusia sebagai barang modal. Manusia tidak boleh diperlakukan seperti halnya barang modal, misalnya mesin.
B.     Saran
        Pemakalah menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata kesempurnaan oleh karena itu pemakalah sangat berharap banyak kepada pembaca agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun agar makalah yang kedepannya bisa lebih baik lagi.




 



DAFTAR KEPUSTAKAAN
Sukirno, Sadono. 2015.MIKROEKONOMI TEORI PENGATAR.Jakarta:Rajawali Pers
Anto, Hendrie. 2013.PENGATAR EKONOMIKA MIKRO ISLAMI.Codongcatur, Depok, Sleman,                         tYogyakarta: Ekonisia.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya produksi dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang

REKAYASA PASAR