Konsep Harga Dalam Ekonomi Islam



MAKALAH
ILMU EKONOMI MIKRO ISLAM


TENTANG:
KONSEP HARGA DALAM EKONOMI ISLAM

OLEH
                   RANDO SONY PUTRASMA       : 1730403078

DOSEN PEMIMBING :
DR. H. SYUKRI ISKA, M.Ag
IFELDA NENGSIH, SEI., MA


JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2018M / 1439 H




BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Transaksi ekonomi pasar bekerja berdasarkan mekanisme pasar. Agar transaksi memberikan keadilan bagi seluruh pelakunya maka harga juga harus mencerminkan keadilan. Dalam pandangan Islam transaksi harus dilakukan secara sukarela dan memeberikan keuntungan yang proporsional bagi pelakunya. Konsep harga yang adil telah dikenalkan oleh Rasulullah yang kemudian banyak menjadi bahasan dari para ulama di masa kemudian.
untuk itu pemerintah memiliki peran yang sangat besar dalam melakukan pengelolaan harga. Pada makalah ini akan memebahas tentang konsep harga dalam ekonomi Islam.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian harga dalam ekonomi Islam?
2.      Bagaimana konsep harga yang adil?
3.      Bagaimana kebijakan intervensi pemerintah dalam harga?
4.      Bagaimana persaingan harga di pasar?

C.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian harga dalam ekonomi Islam.
2.      Untuk mengetahui konsep harga yang adil.
3.      Untuk mengetahui kebijakan intervensi pemerintah dalam harga.
4.      Untuk mengetahui persaingan harga di pasar.




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Harga dalam Ekonomi Islam
Harga suatu barang adalah tingkat pertukaran barang itu dengan barang lain. Sebagaimana salah satu tugas pokok ekonomi adalah menjelaskan alasan barang-barang mempunyai harga erta alasan barang mempunyai harga yang mahal dan murah.
Harga adalah suatu nilai tukar dari produk barang maupun jasa yang dinyatakan dalam satuan moneter. Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari penjualan produknya yang berupa barang maupun jasa. Dalam fiqh islam dikenal 2 istilah berbeda mengenai harga suatu barang yaitu As-Si’ir dan As-Saman. As-Si’ir adalah harga yang berlaku secara aktual dalam pasar. Sedangkan As-Saman adalah patokan harga suatu barang. (Utomo, 2008, hal. 90)

B.  Konsep Harga yang Adil
Islam sangat menunjang tinggi keadilan, termasuk juga dalam penentuan harga. Terdapat bebrapa terminologi dalam bahasa Arab yang maknanya menuju kepada harga yang adil, antara lain: si’r al mithl, thaman al mithl dan qimah al adl. Istilah qimah al adl (harga yang adil) pernah digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mengomentari kompensasi bagi pembebasan budak, di mana budak ini akan menjadi manusia merdeka dan majikannya tetap memperoleh kompensasi dengan harga yang adil atau qimah al adl (Sahih Muslim).
Istilah qimah al adl juga banyak dignakan pleh para hakim yang telah mengkondifikasikan hukum Islam tentang transaksi  bisnis, dalam obyek barang cacat yang dijual, perebutan kekuasaan, memaksa penimbun barang untuk menjual barang timbunannya, membuang jaminan atas harta milik, dan sebagainya. Secara umum mereka berpikir bahwa harga sesuatu yang adil adalah harga yang dibayar untuk obyek yang sama yang diberikan pada waktu dan tempat diserahkan. Mereka juga sering menggunakan istilah thaman al mithl (harga yang setara/ equivalen price). (Anto, 2003, h. 285-286).

C.      Kebijakan Intervensi Pemerintah dalam Harga
Secara lebih rinci Mannan (1992) menunjukkann 3 fungsi dasar dari regulasi harga ini, yaitu :
1.      Harus menunjukkan fungsi ekonomis yang berhubungan dengan peningkatan produktifitas dan peningkatan pendapatan masyarakat miskin melalui alokasi dan realokasi sumber daya ekonomi.
2.      Harus menunjukkan fungsi sosial dalam memelihara keseimbangan sosial antara masyarakat kaya dan miskin.
3.      Harus menunjukkan fungsi moral dalam menegakkan nilai-nilai syariah Islam, khususnya yang berkaitan dalam transakasi ekonomi  (misalnya kejujuran, keadilan , kemanfaatan/ mutual goodwil – penulis).
Konsep Islam dalam model kebijakan rgulasi  harga ditentuka oleh 2 hal, yaitu: (1) jenis penyebab perubahan harga tersebut , dan (2) urgensi harga terhadap kebutuhan masyarakat, keadaan darurat. Secra garis besar penyebab perubahan harga dapat dibagi menjadi 2, yaitu
a)      Genuine faktors, yaitu faktor-faktor yang bersifat alamiah. Kebijakan yang ditempuh untuk stabilittas harga adalah dengan intervensi pasar (market intervention) dengan mempengaruhi posisi permintaan dan atau penawaran sehingga tercipta harga yang lebih pas.
b)      Non genuine faktor, yaitu faktor-faktor yang menyebabkan distorsi terhadap mekanisme pasar yang bebas. Kebijakan yang ditempuh untuk stabilitas harga adalah dengan menghilangkan penyebab distorsi tersebut sehingga mekanisme pasar yang bebas dapat bekerja kembali, termasuk dengan cara penetapan harga (price intervention).
Yang dimaksud dengan genuine faktor adalah faktor-faktor yang memang secara wajar, logis, dan alamiah terjadi, sehingga wajar pula jika menggeser posisi permintaan dan penawaran barang dan jasa di pasar. Setiap menjelang harai-hari raya (Idul Fitri, Natal, tahun baru) tingkat harga barang-barang biasa akan menaik. Hal ini terjadi karena pada saat itu permintaan masyarakat atas barang dan jasa mengalami kenaikan sehingga tingkat harga juga naik (dengan asumsi penawarannya tetap).
Pada dasarnya perubahan tingkat harga yang terjadi karena genuine faktor tetap menghasilkan harga yang paling ekonomis. Namun, jika tingkat harga ini tidak dikehendaki olehpemerintah biasanya karena pertimbangan daya beli masyarakat dan tingkat kesejahteraannya maka pemerintah dapat berupaya mengubahnya. Langkah yang harus ditempuh adalah denga cara intervensi pasar guna memengaruhiposisi pemerintah dan penawaran sampai menjangkau tingkat harga yang diinginkan. Dalam istilah kontemporer di Indonesia langkah ini juga disebut operasi pasar. Intervensi pasar ini juga dapat dilakuka manakala pemerintah menemukan bukti bahwa para pedagang banyak menahan barang-barangnya. Bahkan, demi kemaslahatan bersama, pemerintah dapat memaksa pedagang-pedagang ini menjual barang-barangnya sehingga pasar akan kembali beroperasi dengan bebas. Dan pemerintah dapat menggunakan dana negara (dari Baitul Maal) untuk membiayai intervensi pasar ini. Namun, jika dan Baitul Maal tidak memadai maka pemerintah dapat meminta bantuan pendanaan dari masyarakat golongan kaya.



. (Anto, 2003, h 290-293).
Ada beberapa kebijakan intervensi yang dilakukan pemerintah dalam penetapan harga:
1.      Intervensi Pemerintah secara Langsung
a. Penetapan Harga Minimum (Floor Price)
Harga minimum atau harga dasar merupakan batas seberapa rendah harga dapat dikenakan pada suatu produk melalui kesepakatan bersama atau ketentuan pemerintah. Penentuan harga minimum dilakukan ole pemerintah dengan tujuan melindungi produsen, terutama untuk produk dasar pertanian. Kebijakan harga dasar biasa digunakan pada saat ditemukan kapasitas produksi di pasar terlalu sedikit sehingga kuantitas barang beredar di pasar lebih rendah dari permintaan pasar. Hal ni dikarenakan terlalu rendahnya harga jual di pasar, sehingga selisih harga produksi dengan harga jual pasar terlalu kecil.
Hal ini menyebabkan produsen takut untuk memperbanyak kapasitas produksi dikarenakan harga jual yang rendah dan supplier cenderung menyimpan barang dan merekan menunggu harga pasar pulih kembali. Oleh karena itu dalam situasi seperti ini pemerintah biasanya menetapkan harga dasar. Harga dasar yang ditetapkan akan berada diatas harga equilibrium pasar.

b. Penetapan Harga Makimum (Ceiling price)
Harga maksimum merupakan perubahan tertinggi yang diperbolehkan terhadap harga suatu barang yang telah ditetapkan dalam suatu kontrak dalam suatu masa perdagangan sesuai dengan aturan perdagangan yang ada. Harga pasar yang terkena harga maksimum tidak diperbolehkan untuk menaikkan harga diatas harga maksimum yang telah ditetapkan. Kebijakan harga maksimum biasanya dilakukan pada saat harga pasar yang ada tidak mengalami kenaikan yang cenderung berarti dalam kurun waktu yang singkat sedangkan suatu permintaan pasar terhadap produk meningkat. Hal ini akan memicu produsen atau supplier untuk menaikkan harga.





Dalam situasi seperti ini kebijakan harga maksimum perlu diberlakukan untuk menjaga stabilitas harga pasar supaya kenaikkan harga yang ditetapkan oleh produsentidak terlalu tinggi dan tidak membebani produen. Penetapan harga maksimum atau Harga Enceran Tertinggi (HET) yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk melindungi konsumen. Kebijakan HET dilakukan oleh pemerintah jika harga pasar dianggap terlalu tinggi diluar batas daya beli konsumen. Penjual tidak diperbolehkan menetapkan harga diatas harga maksimum tersebut.
2. Intervensi Pemerintah secara Tidak Langsung
a. Penetapan Pajak
Kebijakan menetapkan pajak ini dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengenakan pajak yang berbeda-beda untuk berbagai komoditas. Misalnya untuk melindungi produsen dalam negeri, pemerintah dapat meningkatkan tariff pajak yang tinggi untuk barang impor. Hal tersebut menyebabkan konsumen membeli produk dalam negeri yang harganya relatif lebih murah. Pengaruh kebijakan penetapan pajak dalam pembentukan harga adalah sebagai berikut :
1)      Pajak yang dikenakan atas penjuaalan suatu barang menyebabkan harga jual barang tersebut naik.
2)      Setelah dikenakan pajak, produsen akan berusaha mengalihkan sebagian beban pajak tersebut kepada konsumen, yaitu dengan menawarkan harga jual yang lebih tinggi, artinya harga penawaran bertambah.
3)       Dengan dikenakan pajak, harga keseimbangan yang tercipta di pasar menjadi lebih tinggi dan jumlah keseimbangan rendah.



b. Pemberian Subsidi
Subsidi biasanya diberikan pemerintah kepada perusahaan penghasil barang kebutuhan pokok. Subsidi juga diberikan kepada perusahaan yang baru berkembang untuk menekan biaya produksi supaya mampu bersaing terhadap produk-produk impor. Kebijakan ini ditempuh pemerintah dalam upaya pengendalian harga untuk melindungi produsen maupun konsumen sekaligus untuk menekan laju inflasi. (Boediono, 1996, h. 125-127).
Intervensi pasar juga tidak selalu diartinya hanya mempengaruhi permintaan dan penawaran saja, tetapi hal-hal yang dapat memperlancar penawaran dan permintaan. Ibnu Khaldun telah berkata, “Ketika barang-barang yang tersedia sedikit maka harga-harga akan naik. Tetapi, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang-barang akan melimpah dan harga-harga akan turun”. Terganggunya transportasi akan menghambat pasokan barang dan jasa di pasar sehingga mengurangi penawaran. Pemerintah harus memperbaiki hambatan transportasi ini agar berjalan lancer kembali sehingga penawaran barang di pasar akan bertambah kembali. (Anto, 2003, h. 292).











D.    PERSAINGAN HARGA DI PASAR
            Ajaran islam mendorong adanya suatu pasar yang memiliki karakter sebagaimana pasar persaingan sempurna, tetapi berlandaskan kepada nilai-nilai islam. Karakter pasar yang benar-benar bersaing secar sempurna sangat sulit dijumpai dalam dunia nyata, meskipun bukannya tidak ada. Dalam dunia nyata banyak pasar dalam suatu industry yang dapat dikategorikan sebagai pasar persaingan tidak sempurna, yaitu persaingan monopolistis, oligapoli maupun monopoli secara normative ajaran islam ini haus dipahami sebagai upaya untuk menciptakan pasar yang, setidaknya mendekati pada persaingan yang sempuna (Anto, 2003, p. 306).

1. Pasar Persaingan Sempurna
Dalam pasar persaingan sempurna, secara teoritis penjual tidak dapat menetukan harga atau price taker. Dimana penjual akan menjual barangnya sesuai harga yang berlaku di pasar. Dalam kenyataannya, pasar bersaing sempurna juga memiliki derajat yang berbeda-beda. Derajat yang paling ekstrem memang penjual tidak akan menentukan harga sama sekali.
Semakin banyak penjual berarti semakin banyak pilihan pembeli, penjual yang harganya lebih tinggi tentu akan ditinggalkan pembeli. Hal inilah yang mendorong penjual untuk mengkuti saja harga yang berlaku di pasar (price taker).

2. Ihtikar (Monpoli)
Iktikar adalah mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi (monopily’s rent).


3. Oligopoli
Secara harfiah oligopoli berarti ada beberapa penjual di pasar. Boleh dikatakan oligopoli merupakan pertengahan dari monopoly dan monopolystic competition. Suatu ologopoli adalah industri yang terdiri dari atas dua atau beberapa perusahaan. (Sukirno, 2002, h. 266).





















DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anto, Hendri. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro Islami. Yogyakarta: EKONISIA
Boediono. 1996. Ekonomi Mikro . Yogyakarta: BPEE
Utomo, S. 2008. Fiqh Aktual. Jakarta: Gema Insani.
Sukirno, S. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Biaya produksi dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Teori Ketenagakerjaan dan Upah

REKAYASA PASAR